Ini Dia, Tiga Cara untuk Menerbitkan Buku

Kini di tahun 2012, ternyata saya masih sering menemukan teman penulis yang belum tahu bagaimana cara menerbitkan buku. Mungkin mereka belum baca MBIG. Atau belum tahu kalau buku MBIG ternyata ada :D

Selain itu, dalam dua tahun belakangan ini saya melihat sebuah perkembangan baru di dunia penerbitan kita. Makin banyak penulis yang menerbitkan buku secara self publishing. Sementara itu, layanan publishing service pun mulai menjamur, membuat urusan menerbitkan buku menjadi semakin gampang.

Sesuai judul tulisan ini, saya akan menjelaskan tiga cara yang dapat ditempuh untuk menerbitkan buku(*).

Cara I: Menawarkan Naskah ke Penerbit yang Ada

Ini adalah cara yang paling konvensional, paling umum, dan paling banyak dipilih oleh para penulis sejak zaman dahulu. Anda punya naskah, lalu ditawarkan ke penerbit tertentu, lalu mereka menerbitkannya (bila memang dianggap layak terbit).

Sebagai bahan referensi untuk cara I ini, silahkan baca dua artikel berikut:

    * “Saya Punya Naskah Buku atau Novel. Ke Penerbit Mana Harus Saya Kirim?”
    * Ini Dia: Penerbit yang Menerima Naskah dari Penulis Pemula!

Keunggulan Cara I:
1. Tidak repot. Sebagai penulis, kita cukup mengirim naskah ke penerbit yang ada. Setelah itu, kita cukup menunggu. Bila naskah kita dinyatakan layak terbit, maka urusan editing, desain, pembuatan cover, percetakan, distrubusi dan sebagainya ditangani langsung oleh penerbit. Untuk marketing/promosi, biasanya penerbit juga menangani, tapi penulis diharapkan juga aktif berpromosi. Setelah buku terbit, penulis biasanya menerima royalti 6 hingga 12 persen dari harga jual buku (tapi ada juga sistem jual putus, di mana penulis menjual bukunya senilai tentu, lalu penerbit membayar satu kali saja di depan).
Intinya, tugas kita sebagai penulis hanya mengirim naskah, lalu menunggu bukunya terbit, lalu menerima royalti (yang jumlahnya berdasarkan hasil penjualan). Kalau ingin buku Anda laris manis, maka Anda juga bisa secara aktif dan gencar mempromosikannya.
2. Tak perlu modal. Anda tidak perlu mengeluarkan dana khusus untuk mencetak buku (yang jumlahnya bisa jutaan – bahkan puluhan juta – rupiah). Semuanya ditanggung oleh penerbit. Kalaupun ada biaya yang harus Anda keluarkan, paling cuma biaya nge-print naskah, ongkos kirim naskah, dan sebagainya yang masih tergolong “uang receh”.
3. Mendapat passive income. Secara berkala, penulis akan mendapat kiriman royalti atas penjualan bukunya. Misalnya tiga bulan sekali, empat bulan sekali, atau enam bulan sekali. Jadi bayangkan saja: Anda sudah tak perlu mengurus buku yang sudah terbit, tapi royalti akan terus berdatangan selama penjualan buku Anda masih ada. Bahkan bila Anda sudah meninggal dunia, royalti bisa diwariskan kepada keluarga.
4. Dukungan penerbit. Bila Anda menerbitkan buku di penerbit besar, mereka biasanya sudah punya jaringan distribusi yang kuat, percetakan yang hasilnya berkualitas, sistem pemasaran yang baik, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini tentu sangat menguntungkan bagi para penulis.
5. Adanya quality control. Penerbit biasanya punya standar kualitas naskah yang baku, punya sistem seleksi naskah yang ketat, punya tim desain yang profesional, dan sebagainya. Karena itu, kualitas buku-buku yang mereka terbitkan pun biasanya lebih terjamin. Naskah Anda yang mungkin biasa-biasa saja, oleh penerbit bisa diubah menjadi sebuah buku yang luar biasa!
 
Kelemahan Cara I:
1. Kemungkinan naskah ditolak. Karena penerbit sudah punya kriteria yang ketat dalam menerbitkan buku, dan banyaknya jumlah naskah yang masuk, maka tentu saja tidak semua naskah yang masuk bisa diterbitkan. Karena itu, bila Anda menempuh cara I ini, siapkan mental Anda bila penolakan naskah tersebut datang.
2. Masa tunggu yang relatif lama. Sejak Anda mengirim naskah hingga ada kabar mengenai lolos tidaknya naskah tersebut, dibutuhkan waktu paling cepat satu bulan (tergantung jumlah antrian naskah di penerbit tersebut). Dan ketika naskah Anda sudah dinyatakan layak terbit pun, Anda masih harus menunggu sekitar 3 bulan (bahkan bisa lebih) hingga buku tersebut benar-benar bisa terbit.
3. Hasilnya sering tidak sesuai harapan. Karena penerbitan buku Anda dikerjakan oleh pihak lain, tentu hasilnya tidak bisa 100% sesuai harapan Anda. Mungkin saja hasil editingnya membuat Anda kecewa, covernya tidak sesuai dengan selera Anda, dan masih banyak “masalah tak terduga” yang mungkin timbul.
4. Penghasilan lebih sedikit. Memang besarnya royalti bisa bervariasi, tergantung banyak hal. Tapi secara umum adalah 10%. Katakanlah harga jual buku Anda Rp 30.000. Maka Anda hanya mendapat royalti Rp 3.000 untuk satu eksemplar buku yang terjual. Kecil sekali, bukan?

Cara II: Menerbitkan Sendiri dengan Modal dan Usaha Sendiri (Self Publishing)

Pada cara II ini (yang biasa disebut self publishing), penulis tidak menawarkan naskahnya ke penerbit manapun, tapi dia sendiri yang bertindak sebagai penerbit. Karena itu, semua urusan yang berkaitan dengan penerbitan buku (mulai dari menulis, editing, desain, pembuatan cover, penyediaan biaya cetak lalu mengurus percetakannya, distribusi, marketing, dan sebagainya), ditangani sepenuhnya oleh Anda sebagai penulis.

Sebagai bahan referensi untuk cara II ini, silahkan baca dua artikel berikut:

    * [INFO] Soal Ijin Penerbitan
    * [INFO] Perizinan VS Perpajakan
    * Ini Dia, Kiat Sukses Menerbitkan Buku Best Seller Melalui Self Publishing
    * [Self Publishing] Cara Mendapatkan Nomor ISBN
    * [Self Publishing] Percetakan Suka Seenaknya Menetapkan Harga?

Keunggulan Cara II:
1. Bebas dari penolakan naskah. Anda adalah penulis sekaligus penerbit. Anda bebas menerbitkan buku apa saja semau-mau Anda, dengan cara apapun yang Anda kehendaki, sebebas apapun yang Anda inginkan.
2. Bebas antri. Karena Anda sendiri yang mengurus semuanya, maka lama tidaknya proses penerbitan buku tergantung dari usaha Anda sendiri. Mau cepat atau lama, semua tergantung Anda. Kalau Anda mencetak di percetakan tertentu dan ternyata kerja mereka lama, maka Anda bisa dengan mudah pindah ke percetakan lain.
3. Hasilnya bisa 100% sesuai keinginan Anda. Namanya juga self publishing. Semuanya terserah Anda. Anda bebas untuk membuat konsep, format dan bentuk buku yang benar-benar sesuai keinginan Anda.
4. Penghasilan lebih besar. Karena Anda sendiri yang jadi penerbitnya, maka tak ada istilah royalti. Yang ada adalah profit dari hasil penjualan buku. Sama seperti pabrik tempe yang mendapatkan profit dari hasil pembuatan dan penjualan tempe. Jumlah profit ini tentu saja jauh lebih besar ketimbang jumlah royalti dari penerbit.

Kelemahan Cara II:
1. Serba repot. Karena semua urusan harus ditangani sendiri, maka tentu saja Anda harus siap untuk serba repot. Bahkan, Anda juga diharapkan sudah paham seluk-beluk dunia penerbitan buku. Bila belum, maka Anda mungkin akan banyak menemukan kendala yang mengganggu – bahkan kebingungan dan stress – dalam proses penerbitannya.
2. Harus punya modal. Dari seluruh komponen biaya penerbitan buku, biaya cetak termasuk yang jumlahnya paling banyak, yakni sekitar 90 persen. Besarnya biaya cetak tentu tergantung banyak hal. Tapi sebagai gambaran umum, Anda mungkin harus menyediakan dana sekitar Rp 2 juta hingga puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Kalau Anda tak bermodal, tentu hal ini akan jadi masalah tersendiri.
3. Quality Control sering tak terjaga. Karena si penulis bebas menerbitkan buku apa saja semau-mau dia, semua terserah dia, maka kualitas sering jadi masalah tersendiri. Banyak buku self publishing yang sangat payah dari segi kualitas. Bahkan karena si penulisnya kurang paham ilmu marketing dan promosi, penjualan bukunya pun jeblok di pasaran. Kebanyakan penulis yang menempuh cara self publishing hanya berpikir “yang penting buku saya terbit”. Ini adalah fenomena yang sangat memprihatinkan pada dunia self publishing.

Cara III: Menerbitkan Sendiri lewat Layanan Publishing Service

Di atas Anda bisa menyimak 3 kelemahan utama yang cukup mengganggu bila Anda memilih cara II. Berita baiknya, kini telah hadir sejumlah layanan Publishing Service yang siap membantu Anda menerbitkan buku dengan cara yang jauh lebih mudah.

Secara umum, publishing service bisa diartikan sebagai layanan yang akan membantu Anda menerbitkan buku secara self publishing. Mereka bisa mengatasi beberapa kelemahan pada cara II, yakni:
1. Serba repot. Para penyedia layanan publishing service ini bisa membantu Anda mengurus editing, desain buku dan cover, percetakan, distribusi, marketing, dan sebagainya. Intinya, dari segi kemudahan, bisa dikatakan hampir sama mudahnya dengan cara I.
2. Harus punya modal. Pada layanan publishing service ini, biasanya Anda bisa memilih paket penerbitan yang sesuai anggaran Anda. Mulai dari Rp 500.000 hingga puluhan juta rupiah. Bahkan yang gratis pun ada (alias Anda tak perlu membayar biaya apapun).
3. Quality control? Kalau yang satu ini sih, relatif sama saja dengan cara II di atas. Si publisher service biasanya tidak ikut menangani quality control naskah Anda. Kalaupun ikut menangani, biasanya mereka mengerjakan yang sesuai pesanan (baca: bayaran) si penulis saja. Bahasa kasarnya, ada duit ada kerja. Anda mau dibantu untuk urusan editing, desain, pembuatan cover dan sebagainya, semua ada tarifnya :)
Cara menerbitkan buku Sebagai referensi, berikut sejumlah layanan publishing service yang dapat Anda pilih. Silahkan dipelajari dengan mengklik website mereka:

- Nulisbuku.com
- Indie-Publishing.com dan pro.indie-publishing.com
- Leutika Prio
- dan masih ada beberapa nama lagi

1 comment:

Unknown said...

mantab gan , thx .

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...