Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah diisyaratkan bahwa
pengawas sekolah dituntut untuk menguasai kompetensi supervisi manajerial.
Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa
kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan
seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan
melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif
dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar
pendidikan pendidikan nasional.
Merujuk pada tulisan yang dipublikasan oleh
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Depdiknas (2008), di bawah ini disajikan beberapa metode
supervisi manajerial yang dapat dikembangkan oleh para pengawas sekolah.
1. Monitoring dan Evaluasi
Metode utama yang dilakukan oleh pengawas satuan
pendidikan dalam supervisi manajerial yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring
adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
penyelenggaraan sekolah, apakah sudah sesuai dengan rencana, program dan/atau
standar yang telah ditetapkan, serta menemukan hambatan-hambatan yang harus
diatasi dalam pelaksanaan program (Rochiat, 2008: 115). Monitoring lebih
berpusat pada pengontrolan selama program berjalan dan lebih bersifat klinis.
Melalui monitoring, dapat diperoleh umpan balik bagi sekolah atau pihak lain
yang terkait untuk menyukseskan ketercapaian tujuan. Aspek-aspek yang dicermati
dalam monitoring adalah hal-hal yang dikembangan dan dijalankan dalam Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS). Dalam melakukan monitoring ini tentunya pengawas
harus melengkapi diri de- ngan parangkat atau daftar isian yang memuat seluruh
indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai. Secara tradisional pelaksanaan
pengawasan melibatkan tahapan: (a) menetapkan standar untuk mengukur prestasi,
(b) mengukur prestasi, (c) menganalisis apakah prestasi memenuhi standar, dan
(d) mengambil tindakan apabila prestasi kurang/tidak memenuhi standar (Nanang
Fattah, 1996: 102). Dalam perkembangan terakhir, kecenderungan pengawasan dalam
dunia pendidikan juga mengikuti apa yang dilakukan pada industri, yaitu dengan
menerapakan Total Quality Controll. Pengawasan ini tentu saja terfokus pada
pengendalian mutu dan lebih bersifat internal. Oleh karena itu pada akhir-akhir
ini setiap lembaga pendidikan umumnya memiliki unit penjaminan mutu. Sedangkan
evaluasi ditujukan untuk mengetahui sejauhmana kesuksesan pelaksanaan
penyelenggaraan sekolah atau sejauhmana keberhasilan yang telah dicapai dalam
kurun waktu tertentu. Tujuan evaluasi utamanya adalah untuk (a) mengetahui
tingkat keterlaksanaan program, (b) mengetahui keberhasilan program, (c)
mendapatkan bahan/masukan dalam perencanaan tahun berikutnya, dan (d) memberikan
penilaian (judgement) terhadap sekolah.
2. Refleksi dan Focused Group
Discussion
Sesuai dengan paradigma baru manajemen sekolah
yaitu pemberdayaan dan partisipasi, maka judgement keberhasilan atau
kegagalan sebuah sekolah dalam melaksanakan program atau mencapai standar bukan
hanya menjadi otoritas pengawas sekolah. Hasil monitoring yang dilakukan
pengawas sekolah hendaknya disampaikan secara terbuka kepada pihak sekolah,
terutama kepala sekolah, wakil kepala sekolah, komite sekolah dan guru. Secara
bersama-sama pihak sekolah dapat melakukan refleksi terhadap data yang ada, dan
menemukan sendiri faktor-faktor penghambat serta pendukung yang selama ini
mereka rasakan. Forum untuk ini dapat berbentuk Focused Group
Discussion (FGD), yang melibatkan unsur-unsur stakeholder sekolah.
Diskusi kelompok terfokus ini dapat dilakukan dalam beberapa putaran sesuai
dengan kebutuhan.Tujuan dari FGD adalah untuk menyatukan pandangan
stakeholder mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah,
serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil
untuk memajukan sekolah. Peran pengawas sekolah dalam hal ini adalah sebagai
fasilitator sekaligus menjadi narasumber apabila diperlukan, untuk memberikan
masukan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
3. Metode Delphi
Metode Delphi dapat digunakan oleh pengawas
sekolah dalam membantu pihak sekolah merumuskan visi, misi dan tujuannya. Sesuai
dengan konsep MBS, dalam merumuskan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) sebuah
sekolah harus memiliki rumusan visi, misi dan tujuan yang jelas dan realistis
yang digali dari kondisi sekolah, peserta didik, potensi daerah, serta pandangan
seluruh stakeholder.
Sejauh ini kebanyakan sekolah merumuskan visi dan
misi dalam susunan kalimat “yang bagus”, tanpa dilandasi oleh filosofi dan
pendalaman terhadap potensi yang ada. Akibatnya visi dan misi tersebut tidak
realistis, dan tidak memberikan inspirasi kepada warga sekolah untuk
mencapainya.
Metode Delphi merupakan cara yang efisien untuk
melibatkan banyak stakeholder sekolah tanpa memandang faktor-faktor status yang
sering menjadi kendala dalam sebuah diskusi atau musyawarah. Misalnya sekolah
mengadakan pertemuan bersama antara sekolah, dinas pendidikan, tokoh masyarakat,
orang murid dan guru, maka biasanya pembicaraan hanya didominasi oleh
orang-orang tertentu yang percaya diri untuk berbicara dalam forum. Selebihnya
peserta hanya akan menjadi pendengar yang pasif.
Metode Delphi dapat disampaikan oleh pengawas
sekolah kepada kepala sekolah ketika hendak mengambil keputusan yang melibatkan
banyak pihak.
Langkah-langkahnya menurut Gorton (1976: 26-27)
adalah sebagai berikut:
- Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan dan hendak dimintai pendapatnya mengenai pengembangan sekolah;
- Masing-masing pihak diminta mengajukan pendapatnya secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
- Mengumpulkan pendapat yang masuk, dan membuat daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang berpendapat sama.
- Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari berbagai pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
- Mengumpulkan kembali urutan prioritas menurut peserta, dan menyampaikan hasil akhir prioritas keputusan dari seluruh peserta yang dimintai pendapatnya.
4. Workshop
Workshop atau lokakarya merupakan salah satu
metode yang dapat ditempuh pengawas sekolah dalam melakukan supervisi
manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa
kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya,
dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah atau
organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas sekolah dapat mengambil
inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP, sistem
administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment