Inilah aku yang tak bosan mengulur-ulur rindu
dengan ilalang sebagai benang
mencoba merahasiakan kekalahan
dalam balut air hujan.
Rindu membodohiku. Rindu membodohiku.
Inilah juga aku yang berbisik kepada kuntum-kuntum awan
berulang dalam nada yang serupa
memalsukan ketabahan dengan pekat alang-alang
angin meniupkan debu didadaku
air mata tetap saja tak bisa kusembunyikan.
Inilah aku yang bertahan menimang kesedihan
menolak pengakuan tentang sakit yang menikam
rasanya tak juga perlu membuka luka kepada mereka
maka jelas, gerimis ialah satu-satunya harapan
seperti biasa ia bisa dipercaya.
Lalu dekap kueratkan
mata kupejamkan, samar masih kulihat dendam
aku berbagi
dengan guntur dan kesedihan
memahat pilu dikusam batu
namamu, ada disitu.
Mengalir sungai diwajahku
tajam, meski ia tak hitam
diam-diam kueja lagi harapan
pelan, nyaris tak terdengar
bagaimana semestinya?
aku memang tak tahan.
Rumpun-rumpun kabut
tak bisa mengusir takut
melupakanmu dengan sebenar-benar lupa
mestilah menyakitkan.
Aku menyerah
mengaku kalah
sekarang terserah
kau mau apa
aku telah, tak punya apa-apa.
Lihatlah aku
tak berani memanggilmu
padahal rindu, benar-benar menyakitiku.
No comments:
Post a Comment