|
BAPAK PEMBANGUNAN INDONESIA
Jenderal Besar TNI Haji Muhammad Soeharto, dipanggil akrab Pak Harto, adalah seorang tokoh terbesar Indonesia. Beliau memimpin Republik Indonesia, selama 32 tahun. Suatu kemampuan kepemimpinan luar biasa yang harus diakui oleh teman dan lawan politiknya (senang atau tidak). Anak petani kelahiran Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, 8 Juni 1921 dan meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008, itu oleh MPR dianugerahi penghargaan Bapak Pembangunan Nasional. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
Ia menggerakkan pembangunan Indonesia dengan strategi Trilogi Pembangunan (stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan). Bahkan sempat mendapat penghargaan dari FAO atas keberhasilan menggapai swasembada pangan (1985). Maka, pantas saja rakyat Indonesia melalui Ketetapan MPR menganugerahinya penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Nasional.
Dalam 60 tahun usia republik ini, Pak Harto mengukir karya besar pembangunan, dibanding para pemimpin lainnya, mulai dari Presiden Soekarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhono saat ini.
Pak Harto berhasil menurunkan secara tajam jumlah penduduk miskin. Dari 70 juta jiwa atau 60 persen dari jumlah penduduk di era 1970-an menjadi 26 juta atau hanya 14 persen, pada tahun 1990-an.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 persen setahun, bahkan 8,1 persen tahun 1995. Sektor industri tumbuh rata-rata 12 persen setahun, peranan industri dalam produksi nasional naik tajam dari 9,2 persen tahun 1969 menjadi 21,3 persen tahun 1991. Dan pendapatan per kapita meningkat tajam dari hanya 70 menjadi 800 dolar AS per tahun.
Program Kependudukan dan KB, berhasil gemilang sehingga Pak Harto memperoleh Penghargaan Tertinggi PBB di Bidang Kependudukan atau UN Population Award. Penghargaan ini disampaikan langsung oleh Sekjen PBB Javier de Cuellar di markas besar PBB di New York, 1989.
Terlalu banyak jika disebut satu-persatu. Selama kepemimpinannya tiada hari tanpa pembangunan. Sementara belakangan ini, jangankan membangun menyebut kata pembangunan saja sangat jarang. Presiden sesudah Pak Harto beserta para elit politiknya terjebak dalam euforia reformasi.
Para elit sibuk memperjuangkan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Stabilitas nasional sangat rendah, tindakan anarkis dan main hakim sendiri merajalela. Sampai tujuh tahun, krisis ekonomi merambah jadi krisis multidimensional, belum teratasi. Bahkan belakangan, angka kemiskinan makin tinggi.
Tak heran, bila keadaan ini membawa ingatan masyarakat, terutama masyarakat bawah di kota dan pedesaan, kepada sosok Pak Harto. Bagi mereka, Pak Harto adalah Bapak Pembangunan Indonesia, pemimpin terbesar Indonesia yang masih hidup saat ini.
Sebagai manusia, apalagi sebagai pemimpin yang banyak berbuat, pastilah beliau tidak sempurna dan punya kekurangan dan kelemahan. Tetapi sebagai bangsa besar, sepatutnya bangsa ini menghormati para pejuang dan pemimpin yang mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya.
Kini, meski usianya semakin tua dan sakit, beliau masih belum berubah dengan senyum khasnya yang teduh dan kebapakan. Setelah lengser keprabon, Mei 1998, mantan presiden RI kedua itu menghabiskan waktunya di rumah bersama anak-anak dan cucu-cucunya. Ia pernah berkata akan meneruskan hidupnya sebagai pandito.
Pak Harto, memang meneruskan hidupnya demikian. Menjadi pandito, artinya menjadi orang yang tawakal dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. “Kalau kita mendekati Tuhan, berarti tetap mendekatkan diri pada sifat-sifat Tuhan, yakni sifat yang baik termasuk sifat yang sabar. Melatih diri untuk berpikir positif. Juga, melakukan sholat.” Demikian ucapannya suatu ketika.
Kesabaran. Itulah kunci yang dipegangnya ketika banyak hujatan dan cacian dialamatkan kepadanya. Berbagai macam tudingan, bahkan dakwaan hukum tidak membuat sang Jenderal Besar itu marah. Ia tetap tenang, tabah dan tawakal.
Maka dalam rangka 60 tahun Indonesia merdeka, dan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2005, kami meneguhkan hati memaparkan peran beliau sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Bahan utama adalah wawancara dengan di kediaman beliau, jalan Cendana No.8, menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu 8 Juli 1998, selama dua setang jam. Kami pun melakukan serangkaian wawancara dengan H Probosutedjo, adik kandung satu ibu Pak Harto pada Kamis 1 September 2005. Selain itu kami juga melengkapinya dari beberapa referensi, di antaranya buku Otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. ?
Dalam 60 tahun usia republik ini, Pak Harto mengukir karya besar pembangunan, dibanding para pemimpin lainnya, mulai dari Presiden Soekarno, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhono saat ini.
Pak Harto berhasil menurunkan secara tajam jumlah penduduk miskin. Dari 70 juta jiwa atau 60 persen dari jumlah penduduk di era 1970-an menjadi 26 juta atau hanya 14 persen, pada tahun 1990-an.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 persen setahun, bahkan 8,1 persen tahun 1995. Sektor industri tumbuh rata-rata 12 persen setahun, peranan industri dalam produksi nasional naik tajam dari 9,2 persen tahun 1969 menjadi 21,3 persen tahun 1991. Dan pendapatan per kapita meningkat tajam dari hanya 70 menjadi 800 dolar AS per tahun.
Program Kependudukan dan KB, berhasil gemilang sehingga Pak Harto memperoleh Penghargaan Tertinggi PBB di Bidang Kependudukan atau UN Population Award. Penghargaan ini disampaikan langsung oleh Sekjen PBB Javier de Cuellar di markas besar PBB di New York, 1989.
Terlalu banyak jika disebut satu-persatu. Selama kepemimpinannya tiada hari tanpa pembangunan. Sementara belakangan ini, jangankan membangun menyebut kata pembangunan saja sangat jarang. Presiden sesudah Pak Harto beserta para elit politiknya terjebak dalam euforia reformasi.
Para elit sibuk memperjuangkan kepentingan sendiri dan kelompoknya. Stabilitas nasional sangat rendah, tindakan anarkis dan main hakim sendiri merajalela. Sampai tujuh tahun, krisis ekonomi merambah jadi krisis multidimensional, belum teratasi. Bahkan belakangan, angka kemiskinan makin tinggi.
Tak heran, bila keadaan ini membawa ingatan masyarakat, terutama masyarakat bawah di kota dan pedesaan, kepada sosok Pak Harto. Bagi mereka, Pak Harto adalah Bapak Pembangunan Indonesia, pemimpin terbesar Indonesia yang masih hidup saat ini.
Sebagai manusia, apalagi sebagai pemimpin yang banyak berbuat, pastilah beliau tidak sempurna dan punya kekurangan dan kelemahan. Tetapi sebagai bangsa besar, sepatutnya bangsa ini menghormati para pejuang dan pemimpin yang mengabdikan diri kepada bangsa dan negaranya.
Kini, meski usianya semakin tua dan sakit, beliau masih belum berubah dengan senyum khasnya yang teduh dan kebapakan. Setelah lengser keprabon, Mei 1998, mantan presiden RI kedua itu menghabiskan waktunya di rumah bersama anak-anak dan cucu-cucunya. Ia pernah berkata akan meneruskan hidupnya sebagai pandito.
Pak Harto, memang meneruskan hidupnya demikian. Menjadi pandito, artinya menjadi orang yang tawakal dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. “Kalau kita mendekati Tuhan, berarti tetap mendekatkan diri pada sifat-sifat Tuhan, yakni sifat yang baik termasuk sifat yang sabar. Melatih diri untuk berpikir positif. Juga, melakukan sholat.” Demikian ucapannya suatu ketika.
Kesabaran. Itulah kunci yang dipegangnya ketika banyak hujatan dan cacian dialamatkan kepadanya. Berbagai macam tudingan, bahkan dakwaan hukum tidak membuat sang Jenderal Besar itu marah. Ia tetap tenang, tabah dan tawakal.
Maka dalam rangka 60 tahun Indonesia merdeka, dan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2005, kami meneguhkan hati memaparkan peran beliau sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Bahan utama adalah wawancara dengan di kediaman beliau, jalan Cendana No.8, menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu 8 Juli 1998, selama dua setang jam. Kami pun melakukan serangkaian wawancara dengan H Probosutedjo, adik kandung satu ibu Pak Harto pada Kamis 1 September 2005. Selain itu kami juga melengkapinya dari beberapa referensi, di antaranya buku Otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. ?
Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekitar pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekitar pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
No comments:
Post a Comment